Right Of Self Determination - Give Back For The PATANIAN Entire Land

Jumat, Januari 20, 2012

Bangsa Patani: Derita Yang Tak Kunjung Usai

Right Of Self Determination: “hak anda untuk menentukan nasib sendiri atas wilayah yang kini di duduki asing. Alasan anda benar. Keinginan anda pasti terwujud. Insya Allah’’

Bangsa Thai-Siam senantiasa dengan tipu dayanya mencoba memerangi Umat Melayu di Patani dengan berbagai kemaupuan yang mereka miliki, baik secara halus dan tersembunyi maupun secara kasar dan terang-terangan”.

“Pembantaian demi pembantaian terhadap umat Melayu di Thailand Selatan bukan cerita baru, inilah demdam kesumat bangsa kolonialisme Thai-Siam Budha yang tidak pernah pudar terhadap Umat Muslim yang berbangsa Melayu di Patani, Thailand Selatan”.

Banyak yang tidak mengira, bangsa colonial Thai-Siam memendam kebencian  yang luar biasa terhadap umat Melayu Patani.  “telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi…” (ali-imran: 188).

Di hati mereka sudah tertanam kebencian. Artinya, mereka sudah punya target, umat Melayu Patani harus dimusnahkan dari bumi ‘serambi Mekah’ atau Patani Darussalam. Jadi, pembataian itu target mereka. Sedang-kan target terakhirnya adalah meng-siamkan umat Melayu Patani dari berbagai sudut kehidupan, dari sudut budaya, bahasa maupun sudut agama  yang mereka anuti.

Selama menjalankan kolonisasi, Kerajaan Thailand memberi hak-hak istimewa kepada masyarakat Budha yang didiami di bahgian selatan Negara itu. Buah perilaku kerajaan Thai itu tetap terasa ketika Bangsa Melayu di bawah penjajah Siam. Seluruh masyarakat Melayu Patani tidak mendapat keistimewaan di kediaman-nya, padahal mereka adalah penduduk asli. Yang pasti membalurkan warna suram bagi masa depan masyarakat Melayu Patani. Belum lagi kerugian immatiriil berupa rasa sakit hati yang sangat dalam menusuk perasaan yang entah dengan cara apa dapat dihapuskan.

Kini berkembang menjadi  “bakar, bunuh Melayu.” Sampai disini adalah cukup beralasan bila disebut ini sebagai ‘moslem cleansing’, pembersihan Comunity Melayu.  Selain rumah-rumah mereka dikepong, jiwa mereka pun diancam bunuh. Yang lebih mengagetkan lagi adalah upaya transmigrasi oleh Pemerintah Thailand yang ingin mentransmigrasikan sebagaian besar masyarakat Budha Siam dari Utara ke Selatan.

Tragedi Masjid Fur'qon ada perumpamaan tentang pergeseran sosiologis di Patani yang menimbulkan percikan api. Masyarakat Siam Budha diumpamakan sebagai tuan dan Melayu Patani diumpamakan jongos. Setelah kerajaan Siam menakluk Patani dan dampak pembangunan serta kegigihan untuk berubah, kini jingos telah kaya dan si tuan justru tertinggal.

Thailand Selatan sebagai daerah yang subur, Patani dijuluki “emas hijau” yang akan mengundang kedatangan kaum imigran Budha dari Utara Thailand ke Selatan sejak berabad lalu. Kerajaan membagun desa untuk kaum imigran Budha dengan sebuah nama "Nikom" terdiri di beberapa daerah bahgian propinsi Selatan.

Tragedi Tanjung Lima roda kehidupan terus berputar. Manusia-manusia yang di perangi, dibantai, dan dijagal kerana keimanannya, masih berlanjut. Sikap bangsa Kolonial tidak akan pernah padam dari waktu kewaktu. Ibarat api dalam sekam yang tersimpan di dada mereka hingga suatu saat dimana bara itu bisa berubah menjadi api yang sangat dahsyat, dan etnik bangsa Melayu Patani di bahgian propinsi Selatan akan di hapuskan.

Pengawai kerajaan menjelaskan kepada pers bahwa awal kerusuhan hanya sebahgain kecil golongan yang tidak pendidikan. Sanggahan dari masyarakat Melayu Patani sudah dilakukan sehubungan dengan perantaan Pengawai kerajaan tersebut. Akan tetapi, mulut pengawai atasan jelas jauh lebih besar dibandingkan mulut-mulut kecil warga minority Melayu yang biasa bagi pers yang menjadi penyebar utama omongan pengawai itu. Anehnya salah seorang Pemerintah Kerajaan Thailand juga menganggap krisis di Thailand Selatan sebagai perang kemiskinan, narkotik, narkoba, mafia” Ini  omong kosong.

Tragedi Tak Bai, demikian juga terdapat ungkapan di pihak pengawai Pemerintah Thailand bahwa tidak ada konflik agama, atau etnik di bahgian propinsi Thailand Selatan, padahal lembaga pengawas HAM yang beroperasi di New York semacam Human Rights Watch saja menganggap kejadian Konflik di Thailand Selatan itu tidak setakat konflik Historis, Suku, Etnik, dan kesenjangan Ekonomi, tetapi sudah bermotif Agama.

Ada yang berpendapat bahwa Konflik PATANI Selatan Thailand adalah murni SARA, ada juga yang berpendapat kerena pertarungan antar Pemerintah Kolonial Thailand dengan sebuah gerakan ‘Barisan Revolusi’ Patani yang sedang berjalan, bahkan ada yang mengaitkannya dengan isu mesianisme (ajaran Budhis Siam-Thai untuk “membersihkan” wilayah – wilayah Melayu di Thailand Selatan yang akan  menjadi tempat kehadiran Thailandisasi dan Siamisasi).

Ini merupakan koflik horizontal antara muslim dan Budhis – Melayu Patani dan Siam Thailand. Sehingga koflik horizontal murni antara kedua-duanya ini akhirnya di bawah benar-benar perang.

Adapun tentang pemahaman dokrin itu (mesianisme), bisa jadi seperti itu. Isu mesianisme bisa juga. Justru menambah pemahanan akidah yang siap mati bagi Pejuang Pembebasan Melayu Patani. Dan, Patani ini kalau kita perhatikan, mempunyai potensi konflik ideology sudah dalam , sudah lama, yaitu sejak kejatuhan Kerajaan Patani di bawah penjajah Siam (Thailand) pada tahun 1785.

Tokoh HAM Sonchai dan Kiayi Haji Sulong 'dihilangkan' jejak. Kalau sampai saat ini, efektivity-nya belum tampak riil walaupun sedikit sudah dirasakan oleh Masyarakat Melayu Patani. Memang arah menuju perbaikan memang ada, tetapi ini akan menyelesaikan masalah apabila tidak di berengi dengan unsure-unsur yang lain. Itu baru sisi masalah keamanan. Dan, keamanan sendiri belum bisa menjamin sepenuhnya kerena umat Melayu di bahgian Selatan Thailand sendiri masih merasa tidak aman. Sementara, kepercayaan kepada aparat telah pudar, kerena track record pertama itu pihak parat justru membantai keatas warga minority yang beretnis Melayu (Tragedi Kresik, Tragedi Tak Bai, Tragedi Tanjung Lima, Tragedi Air Temapayan, dan beberapa tragedy dan peristiwa kejadian lain lagi).


Jadi, Memang Ada Koflik Ideologi.


Konflik di Patani Selatan Thailand jelas SARA, tidak perlu dengan istilah-istilah lain seperti “perang kemiskinan” agar tidak menyebar luas. Mengapa harus menutup nutupi barang busuk. Kerajaan Thailand memang pandai dalam mengarah ‘cover” dengan istilah-istilah pemanis, tapi lama kelamaan terbongkar juga borok-boroknya. Dulu, Thailand dikenal sebagai Negara yang paling tinggi tingkat heterogenity-nya yang terkenal ‘the land of smile’ walaupun berbagai suku dan agama, sehingga mendapat penghargaan dari luar negara.

Tentu saja, Masyarakat Melayu Patani yang sebagian besar beretnis Melayu mempertanyakan, mengapa Konflik di Patani yang memakan korban jiwa cukup besar tidak “dilirik” oleh kerajaan Bangkok?

Sebaliknya, mereka (masyarakat Melayu Patani) juga mempertanyakan, mengapa jika seorang atau dua orang yang beragama Budha terbunuh di bahgian propinsi Selatan, Patani, Yala, Narathiwat dan sebagian propinsi Songkla, kerajaan sangat cepat bertindak tanpa harus didorong oleh pihak lain. Bahkan, kalau perlu, kerajaan membentuk tim pencari fakta untuk menuntaskan kasus tersebut.

Kalau dilihat dari pelanggaran hak asasi manusia, tragedy pembantaian orang Melayu di  propinsi Selatan jauh lebih tragis dibandingkan dengan orang Budha. Jumlah korban terbunuh di bahgian Selatan mangsa adalah orang Melayu jauh lebih banyak.

Maka di sini tidak aneh lagi sekira seorang Ustaz sekolah Agama di tembak tewas maka akan disusul pula seorang guru Budha yang tewas, seorang Pak Kiayi (Ulama) di tembak tewas maka disusul pula seorang Biksu, seorang masyarakat sipil Melayu di tembak tewas maka akan terus pula seorang sipil Budha tertewas. Ini telah terjadi percaturan konflik yang sedang berlanjutan di sini.

Sikap tidak puas terhadap peran komnas HAM Thailand dan ini merasa bingung mengapa harusya menang ‘diam’. Padahal kasus Pembantaian, Pembunuhan, Mangsa Keganasan, Pemerkosaan, Mangsa di Penjara, Mangsa Tewas di Tembak, Mangsa di Hilangkan menunjuk angka yang begitu besar. Jumlah korban begitu banyak. Hanya begitu terpukul dengan kasus-kasusu yang terjadi di Selatan nagara Thai ini, tetapi kenapa tidak ada reaksi yang begitu keras terhadap kasus- kasus semua ini.

Bahwa Komnas HAM Thailand tidak acuh terhadap konflik di Thailand Selatan. Komnas HAM Thailand sudah mengirim orang ke Selatan dan berusaha mendorong untuk menyelesaikan. Komnas HAM tidak perlu melakukan duplikasi pekerjaan. Sebab, kalau datang kesana (Thailand Selatan) hanya untuk meninjau, hanya dilihat sebagai peninjau amatir. Hanya untuk mengumpulkan data kemudian kembali ke Bangkok. Lalu, apalagi yang diharapkan???

Peristiwa dan kejadian yang berlaku ini  tidak hanya membuat kita sangat prihatin, tapi juga sekaligus memperkeruh persoalan konflik yang berkepanjangan dan memperpanjang pertanyaan masyarakat Malayu di Selatan Thai: Apa yang sesungguhnya dilakukan aparat keamanan dan sejauh mana tangung jawap yang bisa menjamin kehidupan umat Melayu Patani disini?

Apa yang terjadi di Patani Selatan Thailand tidak dapat dianggap sederhana dan local, kerena dampaknya pasti sangat serius. Kerusuhan di Patani bukan lagi angka-angka tentang berapa jumlah manusia yang tewas, berapa rumah ibadah ditembak. Kerusuhan tentangan antar Etnis Melayu Vs Siam, dan Islam Vs Badha yang sedang terus berjalan di ‘the land of smile’ Gajah Putih’ini...!!!




 
 

1 komentar:

  1. sama ja di indonesia, transmigrasi suku jawa yang mayoritas muslim ke daerah yang mayoritas kristen atau agama lain. Apa bedanya indonesia sama thailand?

    BalasHapus