Right Of Self Determination - Give Back For The PATANIAN Entire Land

Selasa, Oktober 03, 2017

Suhu POLITIK Ujung Selatan Thai Memanas


"Jika Kau datang untuk menolongku, kau buang-buang waktu saja. Tetapi jika kau datang karena kebebasanmu terikat dengan kebebasanku, maka mari kita bekerja bersama". Lila Watson
Konflik di Thailand Selatan masih terus berlanjut, sulit untuk melihat bagaimana inisiatif yang akan mengubah pandangan pemerintah. Dua tentara Thailand tewas, dan 20 lainnya luka-luka akibat serangan bom dari kelompok pemberontak di wilayah selatan negeri itu, Kamis (14/9/2017).

Serangan ini terjadi saat junta Thailand mengadakan pembicaraan dengan kelompok MARA (Majlis Amanah Rakyat) Patani di Kuala Lumpur pada 12 September lepas, MARA selalu mengaku kelompaknya mewakili pemberontak yang ingin mendirikan 'zona keamanan' di selatan. "Zona keamanan" itu merupakan bentuk gencatan senjata terbatas dalam konflik yang telah bergulir sejak tahun 2004.

Namun, para pengamat mengatakan, faksi utama dengan komando dan kontrol atas pemberontak tidak terlibat pembicaraan dengan pemimpin militer Thailand dalam MARA Patani. (lihat di: http://dangerofpatani.blogspot.my/2017/06/pemerintah-kudeta-thailand-tolak.html).

Lagi sebuah bom meledak di lokasi pembangunan jalan di Pattani daerah Saiburi pada Jumat (22/9). Ledakan menewaskan enam tentara dan melukai yang lain. Insiden itu menyusul peristiwa serupa di pinggiran jalan Yaha, kota Yala pada pekan lalu (14/9). Saat itu, dua tentara tewas dan 20 lainnya menderita luka-luka.

Berlakunya bom membunuh enam tentara Thailand di daerah Saiburi itu, berita local mengatakan setelah didapati kerajaan Siam-Thailand dan MARA yang akan bersetuju menentukan berhubung pelaksanaan zon selamat di daerah Saiburi wilayah Pattani.

PATANI di Selatan Thailand dengan pendudukan mayoritas etnik Melayu yang berbatasan dengan Malaysia itu telah lama diguncang kekerasan dan pemberontakan. Lebih dari satu dekade pemberontak melancarkan perlawanan terhadap kerajaan Siam-Thailand.

Sebuah wawancara khusus untuk BBC Thai bersama Angkatan Bersenjata Revolusioner Nasional – BRN (Lihat di: http://www.bbc.com/thai/thailand-41434654?ocid=socialflow_facebook ) yang merupakan gerakan berpengaruh dalam konflik berdarah selama 13 tahun di Thailand selatan- menyatakan,

Kerusuhan di Patani disebabkan oleh konflik politik, bukan karena konflik ekonomi atau teroris. Jika anda (Kerajaan Siam-Thailand) ingin memecahkan masalah politik, anda harus melakukan hal politik. "Kata juru bicara BRN.

" ia kerajaan Siam-Thailand berusaha mengirim pasukan dan senjata ke wilayah Patani selama 13 tahun, , namun juga ia (pemerintah Thailand) tidak dapat penyelesaian masalah yang berlaku, kita perlu berkomunikasi melalui proses rundinagn.  Jika kerajaan Siam-Thailand masih berusaha pendekatan dengan strategi kekuatan milter, konflik ini tidak ada akan berakhir."

Selama sepuluh tahun terakhir ini, pemerintah telah menghabiskan ratusan miliar baht termasuk anggaran militer. Pembangunan ekonomi dan pendidikan sampai ke daerah. Tapi kerusuhan itu tetap masih ada. Lebih dari 6.800 orang tewas  dalam rangkaian konflik berkepanjangan itu.

Rungrawee berpendapat bahwa  sebenarnya usul awal persyaratan BRN untuk pengamat asing untuk pembicaraan damai itu merupakan bagian penting dalam membantu kesuksesan menangani konflik yang berterusan. (Lihat di: https://dangerofpatani.blogspot.my/2017/04/surat-brn-pasca-bom-dan-proses-menuju_11.html).

"Apa yang ada saat ini adalah stasis yang menyakitkan yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Berbicara damai juga tidak bisa berjalan, demikian juga pemerintah tidak berhasil ditekan dengan guna ketenteraan”, ujar lanjut Rungrawee, kandidat PhD di Australian National University Coral Bell Sekolah Urusan Asia Pasifik, sebagai seorang analis untuk International Crisis Group.

Tambah Juru bicara BRN mengatakan bahwa negosiasi dengan kelompok MARA Patani, BRN tidak terlibat, ini hanya saja "cosmetic” atau "kulit".

"Pemerintah Thailand tahu bahwa negosiasi tersebut tidak dapat dinegosiasikan dengan wakil yang tepat dan benar, namun negosiasi itu hanya digunakan sebagai topeng untuk mengatakan bahwa ia (kerajaan Siam-Thailand) ingin melihat kedamaian ..." komentar pengamat analis Anthony Davis dari Grup IHS-Jane di Thailand berbicara dengan BBC Thailand.

Wilayah selatan Thailand menjadi saksi bisu bentrokan selama lebih dari satu decade antara pasukan militer Thailand dan Pejuang Pembebasan Melayu Patani. Suara bom dan tembakan menjadi realitas sehari-hari bagi warga sipil di wilayah yang dijaga ketat oleh tentara dan polisi itu.


Sebelum dicaplok pada 1909 silam, tiga provinsi paling selatan Thailand seperti Pattani, Yala, dan Narathiwat dan sebahgian daerah Songkla merupakan bagian dari kesultanan Melayu PATANI yang independen.



Minggu, Juni 04, 2017

Pemerintah Kudeta Thailand Tolak Rundingan Damai , Tegas BRN-Wakili MARA Bukan Mandat


Wilayah Thailand selatan telah menjadi sarang kekerasan mematikan selama lebih dari satu dekade sejak kelompok pejuang Pembebasan Patanii mengobarkan perlawanan melawan pemerintah  colonial Kerajaan Thailand.

Pada pekan lepas, Penguasa Kudeta Thailand Prayuth Chan-ocha menolak tawaran syarat dari kelompok utama pejuang di PATANI-Selatan Thai untuk menggelar pembicaraan resmi perdamaian. Barisan Revolusi Nasional (BRN) menyatakan akan bersedia memasuki perundingan resmi yang berkoflik puluhan tahun itu jika syarat tertentu dipenuhi pemerintah Thailand. BRN menuntut perundingan harus didasarkan pada persetujuan dari kedua belah pihak yang harus mengadakan dari pihak ketiga dan penyaksian dari peserta internasional. Mediator dalam perundingan harus netral, tidak ada kepentingan dalam konflik  sesuai dengan langkah-langkah yang ditetapkan, dan proses perundingan harus dirancang bersama-sama antara kedua konflik sebelum perundingan dimulai. Lihat di: Surat BRN, Pasca Bom dan Proses Menuju Damai Patani, http://dangerofpatani.blogspot.my/2017/04/surat-brn-pasca-bom-dan-proses-menuju_11.html.

Barisan Revolusi Nasional, BRN -yang merupakan kelompok berpengaruh dalam konflik berdarah selama 13 tahun di Thailand selatan- menyatakan siap berunding langsung dengan pemerintah pusat Bangkok.

Sementara itu Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menolak tawaran itu dan menyatakan pembicaraan perdamaian adalah masalah dalam negeri dan tidak memerlukan penengahan atau pengamatan asing. "Mengapa mereka perlu menengahi? Tidak dapatkah kita menyelesaikan masalah kita? Jika mereka datang, apa jaminan bahwa mereka akan memahami masalahnya?" kata Prayuth.
Prayuth menyatakan perundingan akan berlanjut di Malaysia dengan kelompok berbeda, Mara Patani [1] , namun pakar kawasan mengatakan bahwa unsur pemberontak sebagian besar terasingkan tidak memiliki kekuatan nyata di lapangan.

Demikian Ketua Tim Perunding Thailand, Aksara Kerdphol, menegaskan kepada Nopporn Wong-Anan, Editor BBC Thailand, bahwa sudah ada perwakilan BRN dalam perundingan yang ditengahi pemerintah Malaysia yaitu di MARA Patani. Bagaimana mungkin mereka mengatakan itu bukan perwakilan yang sebenarnya, kata Kerdphol kepada BBC Thailand.

Pejuang  Melayu BRN Patani telah secara rutin melakukan serangan untuk membubarkan kesepakatan antara tentara kerajaa Thailand dan Mara Patani, kelompok yang mengklaim mewakili jaringan gerilyawan di meja perundingan.

Don Pathan, Pengamat lokal di Thailand Selatan 
Pengamat lokal di Thailand selatan, Don Pathan mengingatkan, pembicaraan damai itu akan menghadapi masalah jilka tidak melibatkan faksi Barisan Revolusi Nasional (BRN) Melayu, Patani, yang terlibat pemberontakan aktif di lapangan.

Kata Don Pathan, "Saya tak melihat kesepakatan ini merupakan sebuah terobosan besar,  dan Mara Patani tak memiliki kekuatan untuk memerintah dan mengendalikan kelompok-kelompok pemberontak di lapangan," tambah Pathan, peneliti yang memahami kondisi di wilayah tersebut.

Konflik di wilayah berpenduduk sebagian besar suku Melayu di provinsi Selatan -Yala, Pattani dan Narathiwat- menewaskan lebih dari 6.500 orang sejak meningkat pada 2004, kata kelompok pemantau mandiri Deep South Watch.

"Dalam jangka panjang, jika pemerintah menginginkan perdamaian abadi di wilayah itu, mereka harus menyertakan BRN dalam setiap perundingan," kata Srisompop Jitpiromsri, direktur Deep South Watch.

Srisompop Jitpiromsri, Direktur Deep South Watch.
Bagaimanapun Wakil Rektor University Fatoni di Patani, Dr Ahmad Omar, berpendapat secara organisasi BRN memang tidak bisa dikatakan terlibat dalam perundingan Mara  yang ditengahi pemerintah Malaysia.
Yang disebut sebagai perwakilan BRN, tambah Dr Ahmad Omar, lebih merupakan individu-individu padahal partisipasi resmi BRN dianggap penting dalam proses perundingan untuk mewujudkan perdamaian di Thailand selatan. Secara umumnya (perundingan Mara Patani) tidak membuahkan hasil yang baik. Hanya sedikit saja.

"Karena BRN merupakan suatu gerakan yang mempunyai militer di lapangan. Untuk menyelesaikan keamanan, penting dengan BRN," tutur Dr Ahmad Omar.

Saat ini sedang berjalan proses perundingan yang ditengahi oleh pemerintah Malaysia setelah terhentinya perundingan sebelumnya karena kudeta politik di Bangkok tahun 2014 lalu. Akan tetapi BRN mengganggap perundingan sebelumnya tidak pernah dinyatakan berhenti secara resmi dan menolak perundingan yang ditengahi pemerintah Malaysia tersebut.
Tahun 2014 berlaku kudeta di Bangkok dan ada pergantian pemerintah. BRN melihat bahwa hal itu sebagai faktor penting dalam menggagalkan proses namun tidak berarti memerlukan proses baru. Secara azas[2] BRN melihat proses itu belum tamat, karena belum ada pihak-pihak yang menyatakan proses itu sudah tamat jadi kenapa perlu proses baru. Bagi BRN penciptaan proses yang baru setelah tahun 2013 itu adalah menyalahi dasar yang sudah disetujui sebelumnya. Kesediaan untuk kembali ke meja perundingan merupakan yang pertama kali BRN ungkapkan setelah perundingan tahun 2013 lalu yang gagal karena kudeta militer setahun kemudian.

"Yang dinaikkan ke atas meja bukan BRN lagi tapi Mara Patani. Pada awalnya perundingan adalah antara kerajaan Thailand dan BRN, jadi prosesnya belum selesai tapi kenapa menciptakan satu proses yang baru?" tegas Abdul Karim dari Departemen Informasi BRN.

Pendirian Damai BRN
Jika pemerintah kudeta Thailand menolak proses perundingan damai, itu berarti pemeritahan Thailand kembali ke jalur lama yang menggunakan kekerasan. Selama ini BRN juga menggunakan perjuangan bersenjata untuk mencapai kebebasan dari wilayah yang dulu masuk dalam kedaulatan Kerajaan Melayu Patani di Thailand Selatan, namun tidak pernah menutup penyelesaian politik.

Perjuangan bersenjata itu ditempuh karena peluang politik yang tertutup sehingga BRN tidak punya cara selain menggunakan pendekatan bersenjata. Maksudnya BRN menyadari dengan cara bersenjata tidak membawa penyelesaian, oleh karena itu BRN yakin penyelesaian politik yang bisa menyelesaikan konflik dan keadaan perang ini.

Tegas BRN bahwa kesediaan mereka untuk kembali ke meja perundingan tidak disebabkan karena melemahnya kekuatan bersenjata mereka di lapangan. Tidak. Menghentikan tindakan kekerasan itu berpijak pada sejauh mana proses perundingan dapat dicapai. Proses itu sendiri yang menentukan perjalanan dan juga perubahan strageti BRN.

BRN juga memandang bahwa perundingan adalah implementasi dari pelaksanaan mandat dan aspirasi dari rakyat Patani untuk menuju penyelesaian konflik perang. Bagi perundingan damai haruslah melibatkan orang-orang yang diberi wewenang untuk berunding dan sesuai dengan norma-norma intenasional dan terhindar dari rekayasa. Hal ini karena memandang penyelesaian konflik lewat dialog damai adalah bahagian dari kerja membangun kepercayaan.





[1] Mara Patani sebuah Kelompok untuk berkomitmen menyelesaikan konflik di wilayah selatan "melalui dialog politik secara damai (santhisuk). Lihat di: Mara, Maju dan Mundur Proses Dialog Damai Patani, http://dangerofpatani.blogspot.my/2015/09/proses-dialog-damai-setengah-hati.html

[2] Pada tahun 2013 dimana adanya penandatanganan “A General Concencus Document on a Peace Negotiation Process” oleh pemerintah Thailand yang di wakili oleh NSC (National Security Council) dan kelompok pejuang pembebasan Patani di Thailand Selatan yang di wakili oleh BRN (Barisan Revolusi Nasional) yang menyetujui akan adanya pertemuan yang membahas tentang konflik Thailand Selatan dan menyetujui Malaysia sebagai Fasilitator dalam pertemuan ini.
Penandatanganan ini dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2013 di Malaysia, penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra dan oleh Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak.
Pada pertemuan ini dideklarasikan bahwa kedua perwakilan pihak yang berkonflik siap untuk melihat akan segala pilihan politik yang memungkinkan dalam penyelesaian konflik. dalam hal ini pemerintah Thailand menganggap BRN sebagai representasi dari pada pejuang Patani dan menyetujui bahwa pertemuan ini berjalan dibawah konstitusi Thailand. Sebagai tambahan, kedua belah pihak setuju atas Malaysia sebagai Fasilitator dalam pertemuan ini. (The Nation, Deep South can expect  nothing from the government of Yinluck)


Selasa, April 11, 2017

Surat BRN, Pasca Bom dan Proses Menuju Dialog Damai

"Perbicaraan perdamaian, asalkan pengawasan internasional dari proses dijamin sesuai dengan “standar dan norma-norma internasional,” tegas Juru Bicara BRN

Serangan yang terkordinasi hampir lebih 40 aksi pembakaran dan serangan bom skala kecil mengguncang wilayah yang paling bergolak di Thailand selatan, Jumat (7/4/2017) dini hari.

Kekerasan, yang ditandai pembakaran ban dan perusakan puluhan tiang listrik oleh bahan peledak, terjadi beberapa jam setelah Raja Maha Vajiralongkorn meneken konstitusi baru Thailand, yang didukung junta militer, sebagai landasan menuju pemilu pada akhir 2018.

Pada pekan lalu, Senin (03/04), terjadi serangan atas sebuah pos polisi di Provinsi Yala yang menyebabkan sedikitnya 9 polisi cedera.

Masyarakat wilayah perbatasan dengan Malaysia adalah salah satu dari beberapa daerah di Thailand selatan yang menolak konstitusi baru dengan melalui referendum pada Agustus 2016.

Dalam proses dialog perdamaian yang sedang berlangsung antara perwakilan pemerintah Thailand dan MARA Patani, sebuah organisasi payung dari organisasi pembebasan Patani Melayu lama - semua kecuali satu yang mengontrol gerilyawan di tanah (BRN) - itu adalah jelas bahwa apa yang kedua belah pihak mencari, dan apa mereka sedang ditawarkan adalah dua hal yang berbeda.

Kedua belah pihak sangat ingin zona aman yang ditunjuk. Mereka telah berbicara tentang hal itu selama hampir dua tahun sekarang jadi kedua belah pihak dapat menerapkan gencatan senjata. 

Masalahnya di sini adalah tidak sulit untuk memahami. Tidak ada pihak (kelompok Thailand atau MARA Patani) mengontrol pemberontak di tanah. Ini adalah Barisan Revolusi Nasional (BRN) yang memiliki kontrol atas para pemberontak, yang satu kelompok lama yang telah menolak untuk bergabung dengan inisiatif perdamaian.

Bahwa BRN menolak untuk bergabung dengan pembicaraan karena, menurut laporan, mereka tidak percaya pihak Thailand berkomitmen untuk setiap penyelesaian damai berarti bagi orang Melayu di wilayah Patani. 

Abdul Karim Khalid, Juru Bicara BRN
Dalam sebuah pernyataan tiga poin singkat yang dirilis pada 10 April oleh BRN ini 'Informasi Departemen, kelompok pemberontak utama di kawasan itu menegaskan bahwa prasyarat untuk setiap proses perdamaian yang layak harus mencakup kesediaan dari pihak pihak yang berperang untuk menemukan solusi bersama dengan partisipasi “pihak ketiga (dari) masyarakat internasional” sebagai saksi dan pengamat.

Juru bicara BRN mencatat kesediaan untuk berbicara perdamaian, asalkan pengawasan internasional dari proses dijamin sesuai dengan “standar dan norma-norma internasional.”

Tapi sikap seperti itu tidak menghasilkan hasil yang diinginkan. Sekitar 7.000 orang - sebagian besar etnis Melayu - telah meninggal akibat kekerasan terkait pemberontakan sejak Januari 2004 dan Bangkok terus menutup mata terhadap akar penyebab sejarah konflik dan ketidakadilan yang disediakan legitimasi untuk kelompok pemberontak mengangkat senjata.

Bagi BRN tidak akan datang ke meja perundingan sampai sayap politiknya diakui dan benar ada keterlibatan oleh anggota organisasi internasional - Lebih atau kurang dalam cara yang sama seperti pemberontak Front Pembebasan Islam Moro di Filipina dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dari Indonesia.

Sudah pasti Thailand menolak untuk gagasan memungkinkan anggota masyarakat internasional untuk mendapatkan langsung terlibat dalam proses perdamaian - setidaknya tidak secara terbuka, anyway - karena takut bahwa hal itu akan “internasionalisasi” konflik.

Dengan menggunakan istilah “internasionalisasi”, Bangkok mengatakan dengan kata lain tidak ingin memperdebatkan keabsahan Thailand mengendalikan tanah air bersejarah Melayu. Tidak ada pemerintah ingin seperti sakit kepala. Tapi sakit kepala ini diperlukan jika kita ingin memindahkan proses perdamaian ke depan.

Menurut Dr. Ahmad Omar Capakiya "Karena BRN merupakan suatu gerakan yang mempunyai militer di lapangan. Untuk menyelesaikan keamanan, penting dengan BRN," Ungkap Wakil Rektor Universitas Fatoni di Pattani itu.


Lihat sumber dari: 
> http://www.atimes.com/article/thailand-peace-process-dead-arrival/
> http://www.bbc.com/indonesia/dunia-39552781

Selasa, Maret 22, 2016

Tolak Diskriminasi Etnis Melayu Patani Thailand

Right Of Self Determination: “hak anda untuk menentukan nasib sendiri atas wilayah yang kini di duduki asing. Alasan anda benar. Keinginan anda pasti terwujud. Insya Allah’’


Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia Peduli Patani (GEMPITA) melakukan aksi Car Free Day, Jakarta, Minggu (20/3/2016). Dalam aksinya para mahasiswa mendesak Pemerintah Thailand untuk menghentikan diskriminasi terhadap etnis Melayu Patani Thailand.










Sumber dari: www.aktual.com

Kamis, Maret 17, 2016

ANGKHANA

Angkhana Neelapaijit
WANITA bernama Angkhana Neelapaijit berusia 60 tahun ini layak diberi gelaran sebagai wanita waja (iron woman), yang muncul dari 'perut' kota metropolitan Bangkok, Thailand. Wajahnya yang kuning bersih, terkesan sebagai pribadi yang lembut. Dia adalah istri Somchai Neelapaijit, pengacara kondang yang dilabel sebagian petinggi dan media Thailand sebagai 'Thanai Chon' alias 'Bandit Lawyer' atawa pengacara (peguam) teroris. Ternyata Angkhana tidak demikian dalam kehidupan sehari-harinya.

Sejak Somchai raib diculik sekelompok orang pada 2004, Angkhana tidak pernah tinggal diam dalam upaya mencari tahu ihwal keberadaan suaminya. Juga menuntut keadilan yang menjadi haknya, kalau masih ada. Sampai kini sudah selusin tahun dia berjuang untuk mendapatkan kejelasan tentang kematian -- kalau bisa disebutkan begitu -- suaminya.

Somchai Neelapaijit
Somchai Neelapaijit, pengacara papan atas Thailand itu banyak menangani kasus yang melibatkan simpatisan dan gerilya pembebasan bangsa Melayu Patani yang diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat keamanan Thai (baca: penjajah). Bahkan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra juga menyebut Somchai sebagai 'Thanai Chon' alias 'Bandit Lawyer'. Bangsa Thai yang menjajah bangsa Melayu di bumi Patani (Thailand bagian selatan) menggelar para gerilya yang menuntut kemerdekaan negerinya sebagai bandit, teroris atau istilah lain yang terkesan jahat.

Menjelang kehilangannya, Somchai mengadvokasi sejumlah pemuda Melayu Patani yang diperlakukan secara tidak manusiawi oleh aparat kepolisian. Seperti dituturkan Angkhana, beberapa orang anggota polisi yang diperkarakan suaminya dalam kasus penderaan pemuda Melayu Patani itulah diduga terlibat dalam komplot menculik (dan mungkin membunuh) Somchai.

Misteri kehilangan Somchai kayaknya seperti awan tebal yang menyelimuti raibnya pesawat MH375, milik Malaysia. Tak gampang, memang. Selama dua belas tahun ini Angkhana menempuh berbagai cara dan jalur untuk menguak skenario di balik kehilangan suaminya. Pertama dia mendirikan Justice for Peace Foundation (JPF) dalam upaya membantu masyarakat Islam yang diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat negara. Berkat kegigihannya, selama 1 dekade, JPF berhasil mendokumentasikan 40 kasus manusia hilang dan penderaan fisik serius oleh aparat keamanan.

Dia pun sering tampil di forum-forum yang terkait dengan hukum dan hak-hak asasi manusia, baik lokal maupun internasional. Belum lama ini wanila yang selalu tampil dengan jilbab hitam itu terpilih sebagai anggota Komisi Hak-hak Asasi Nasional Thailand.




Penulis Ahmad Latif seketika berada di Hatyai Town. Pada 16hb Mac jam 2.33 ptg· Amphoe Hat Yai, Thailand·

Jumat, Januari 29, 2016

Krisis Pembangkit Listrik Batubara Thepha

Warga masyarakat mungkin akan berhadapan dengan krisis kesehatan dalam waktu kurang 15-20 tahun lagi !!


Pernyataan tersebut bukanlah suatu omongan kosong. Tapi, itu adalah fakta yang mungkin bakal masyarakat akan hadapi jika terus mengandalkan sumber Batubara untuk menghasilkan listrik tanpa berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan alternatif lain sebagai penyangga ke sumber energi tersebut, dalam memastikan harapan berhadapan krisis kesehatan rakyat. Ini untuk memastikan kita mampu berhadapan dengan risiko.

Rentetan dari kesadaran bahwa Loji Batubara yang ada telah banyak memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Diantaranya, ia merupakan kontributor terbesar terhadap masalah pencemaran melalui emisi gas karbon dioksida dan monoksida yang selanjutnya menyebabkan gangguan iklim dan pemanasan global pada hari ini. Lebih buruk lagi ketika kondisi iklim yang tidak stabil memungkinkan terjadinya lebih banyak bencana alam yang akhirnya akan turut menggugat tingkat keselamatan seluruh warga desa. Ibarat seorang yang mengalami demam yang tidak akan merasa sehat ketika suhu badannya meningkat dari 30 derajat Celcius menjadi 37 derajat Celcius.

Pastinya rata-rata masyarakat di Selatan tidak sanggup untuk menghadapi krisis energi dan lingkungan yang pastinya akan mempersulit lagi kehidupan warga masyarakat pada masa depan.

Bersamaan Jumat (22/01) pekan lalu, Persatuan Mahasiswa Prince of Songkhla University Kampus Pattani untuk keadilan dalam kerjasama dengan Federasi Rakyat Mempertahankan Hak Masyarakat dan Sumber Daya Alam Untuk Kedamaian (PermaTamas) mengadakan protes situs di daerah Thepa bagi Stasiun pembangkit Listrik Batubara membuat Loji Batubara itu tidak logis bagi siapa saja untuk menerima Thehpa sebagai lokasi pembangunan yang berdampak luas sampai ke Daerah Nongcik, Provinsi Pattani.

Pihak pemerintah kudeta dan Menteri - Menteri basar wailayah di Selatan harus membuat keputusan untuk membatalkan proyek Pembangkit Listrik di Thepha, yang bersumberkan batubara menindaklanjuti protes aktivis lingkungan pada miinggu lalu.

Bagi para pemimpin politik setempat perlunya bersatu dan menegakkan hak-hak rakyat serta melindungi mereka dari kumusnahan seperti Stasiun pembangkit Listrik Arang Batu yang akan dibanguankan di daerah Thepha nanti.

Menurut masyarakat setempat memutuskan akan menolak usulan pembangunan proyek Pembangkit Batubara ini karena tidak ingin menggadaikan kesejahteraan masyarakat di daerah Thepha termasuk dari segi kesehatan dan dampak buruk terhadap lingkungan. Mungkin ada beberapa orang mengatakan dengan teknologi hari ini, proposal loji Listrik itu adalah aman dan bersih tetapi beberapa penelitian tidak ada yang sependapat. Masyarakat tidak dapat mengambil risiko dan menghancurkan lingkungan yang masih tetap. Rakyat ingin mencari sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Laporan sebelumnya menyebutkan usulan pembangunan pembangkit Listrik Batubara yang akan ditetapkan di Thepha Provinsi Songkhla, di mana situs yang diusulkan untuk membangun Loji-Stasiun tersebut telah menimbulkan kontroversi di kalangan Masyarakat setempat serta organisasi non pemerintah dan para aktivis Mahasiswa karena antara lain ia dikatakan terlalu dekat dengan daerah sekitar sebuah Masjid, Pondok (Pesantran), dan Candi, yang mempengaruhi dampak kehidupan masyarakat setempat.

PermaTamas membantah berhubungan pembangunan pembangkit energi itu yang dianggap sebagai energi "kotor" dan meminta pemerintah agar membatalkan proyek itu. Pemerintah tidak dapat menyebabkan risiko pada alam. Sebagai pemerintah yang bertanggung jawab pihaknya perlu menempatkan prioritas untuk melindungi lingkungan demi kebaikan rakyat. Juga harus melindungi lingkungan khususnya salah satu sumber menarik wisatawan di pesisiran pantai Sekom di daerah Thepha.

Namun demikian, penanganan Loji Elektik Batubara yang begitu kompleks agak mengganggu masyarakat di sekitar itu terutama dari segi risiko keselamatan dan kesehatan rakyat. Ini mengingat, banyak resiko yang melibatkan keamanan dan keselamatan di Pabrik Batu Bara telah terjadi agar satu keputusan yang tepat diambil untuk menghindari keselamatan dan kesehatan rakyat.

Memang tidak dipungkiri bahwa keamanan Loji Listrik Batubara dapat ditingkatkan bagi tingkat kecekapannya sehingga dapat mencapai 100 persen untuk mengurangi risiko keamanan dan kesehatan di Pabrik Batubara. Namun, harus akui bahwa efisiensi penanganan peralatan oleh manusia tidak akan mampu mencapai 100 persen. Oleh yang demikian, risiko keselamatan dan kesehatan pastinya tetap ada.

Berikut alasan mengapa pembangunan Loji (Stasiun) Janakuasa Listrik Batubara tidak diperlukan di Thepha dan beberapa daerah di wilayah Selatan Thai.
 1. Jika Stasiun pembangkit listrik batubara berbahaya untuk bahgian Utara Thai, mengapa pula ia tidak berbahaya untuk Selatan. Belakangan ini, pemerintah sedang mencoba untuk menghindari proyek sebegini di Utara, mengapa ia masih dibawa ke Selatan? Tidak ada alasan untuk pembangkit listrik tersebut dibangun di Selatan, tempat ekowisata yang dikenal di Asean dan Asia Tenggara dengan alam yang subur.

2. Teknologi perangkap karbon yang dapat meminimalkan risiko kesehatan hanya mungkin diperoleh dalam waktu 15 ke 20 tahun akan datang dan pada waktu tersebut kehancuran mungkin telah terjadi dan apa yang menyedihkan adalah dampaknya harus dihadapi oleh anak-anak kita yang sekarang tidak ada suara untuk membuat keputusan.

3. Adalah sangat penting bagi Pemerintah untuk mengacu pada pendapat umum terkait isu proyek pembangunan stasiun pembangkit listrik batubara ini. Kita harus mendengar suara umum. Apa yang kita katakan tidak penting, apa yang umum (rakyat) pikir adalah penting. Pendapat majority.

4. Kami pikir Menteri Besar Provinsi harus mendapatkan ahli Pencinta Alam, yang tidak ada kepentingan dalam proyek ini, yang menurutnya akan dapat diterima oleh badan-badan non-pemerintah (NGOs) dan rakyat.

5. Tahap oksida nitrogen yang rendah didalam udara dari stasiun pembangkit Listrik Batubara dapat menyebabkan gangguan pada mata, hidung, tenggorokan dan paru-paru, mungkin menyebabkan batuk dan mengalami kesulitan bernapas, kelelahan dan mual. Paparan kadar nitrogen oksida yang rendah juga dapat menyebabkan cairan terbentuk didalam paru-paru dalam waktu 1-2 hari setelah terkena kepadanya. Sementara menghirup udara yang mengandung kadar nitrogen oksida yang tinggi pula dapat menyebabkan "rapid burning", kram, dan pembengkakan jaringan, pembentukan cairan didalam paru-paru dan kematian.

6. Kebanyakan Negara maju seperti Jerman, Inggris, Eropa dan Jepang tidak menggunakan sistem pembuangan limbah Batubara Bara yang digunakan. Mereka menggunakan sistem pendinginan air tertutup yang megedar ulang air yang sama pada menara pendingin dan untuk penggunaan kembali dan sehingga tidak melibatkan pembuangan limbah beracun air kedalam laut.

7. Pencemaran udara telah mencapai tingkat kritis. Pada setiap saat saja, disebabkan oleh polusi udara, anak-anak kita tidak akan dapat merasakan kenikmatan bahkan untuk hal yang paling mudah seperti bermain di taman permainan. Ingatlah, setiap kali kita membiarkan pembakaran dan kepulan asap, kita mencemari udara dan mengurangi satu kegembiraan, hari yang bebas tanpa masalah dalam kehidupan anak-anak yang tidak mengetahui apa-apa disekeliling mereka ini.

8. Waktunya telah tiba untuk kita benar-benar mengembangkan kemampuan kampong halaman untuk mengelola daerah-daerah yang dilindungi. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah kita pikirkan sekian lama dan ada kebutuhan sebenarnya untuk kita sama sama mengembangkan untuk mengelola daerah kita yang dilindungi.

9. Thepha dikenal dengan peragian pantai yang indah dan cantik yang menjadi atraksi turis. Dengan pembukaan peragian ini di Sekom Thepha, ia pasti akan menjadi salah satu tempat yang populer bagi penduduk wilayah Selatan untuk beristirahat.

10. Dalam hal ini, kita bukan membicarakan tentang eksploitasi tetapi lebih kepada konservasi, biodiversity, penambah-baikkan, penelitian, perawatan satwa laut yang ada disana dan juga apakah resep yang diperlukan dalam upaya untuk memastikan keberadaannya, kualiti manajemen dan kualiti pantai tidak akan diperburuk oleh campur tangan manusia.

11. Pemerintah lebih perlu fokus pada konsep pariwisata secara keseluruhan dengan mengadakan promosi produk pariwisata dalam dan luar Negara. Thepha berkemampuan untuk tampil sebagai salah satu pusat wisata yang eksotis tidak hanya di Thailand tetapi juga di wilayah Asia Tenggara.

Semua pernyataan diatas, Kita sadar bahwa ada keberatan terhadap usulan pembangunan pembangkit batubara. Pada hari ini, terbukti bahwa segala protes dari masyarakat dan aktivis LSM perluh diberi perhatian yang sewajarnya. Pemerintah Thailand bawah kepemimpinan PM tantera adalah sebuah kerajaan yang mendengar kepada rakyat wilayah Selatan dan memiliki komitmen politik agar tidak membawa proyek Batubara keThepha dan juga dibeberapa wilayah lain di Selatan Thailand.

Oleh yang demikian, membutuhkan penelitian yang lebih mendalam serta menyeluruh dan perlu disempurnakan sehingga ke akar rumput agar proyek Batubara Bara tidak mengundang setiap implikasi negatif di kemudian hari baik terhadap risiko keamanan rakyat maupun terhadap lingkungan seluruhnya

Semua aspek harus diteliti agar kemajuan yang dialami kelak turut mempertimbangkan kepentingan semua pihak, baik kepentingan rakyat, ekonomi maupun lingkungan. Pilihan apakah baik atau sebaliknya adalah terletak di tangan Rakyat. Justru, 'tepuk dada, tanya selera'.

Lambat laun, kita harus menerima kenyataan dan membuat keputusan tentang pembangunan stasiun pembangkit listrik batubara. Tapi apa yang maksudkan disini adalah, kita membutuhkan energi tetapi kita menginginkan energi yang bersih.

Memang pasti ada beberapa tentang apa yang disebut sebagai pembangkit listrik "teknologi batubara yang bersih". Kebanyakan cerita yang mendukung pembangkit Listrik Batubara adalah retorika yang sama dengan cerita buruk bagaimana Negara-negara lain menggunakan pembangkit Listrik Batubara untuk menghasilkan energi. Namun, mereka dengan cerdiknya tidak menyebut langsung tentang efek negatif pembakaran Batubara dan juga kerusakan yang bisa terjadi keatas lingkungan dan kesehatan manusia.

Disebalik semua alasan yang diberikan oleh para pemimpin, para ahli dan pemegang saham Loji Listrik Batubara Bara masih juga bertungkus lumus untuk membangun pembangkit Listrik Batubara untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Adalah sesuatu yang sangat menyedihkan jika usaha proyek Pembangkit Batubara ini akan berhasilnya nanti.









Sabtu, Januari 23, 2016

PHUTTHAMONTHON

Siam-Thailand Spesis Perompak Licik !!
Di pesisir ibukota provinsi Pattani yang mayoritas Melayu Muslim, kelak akan dibangunkan patung raksasa seperti dalam foto itu.

THAILAND adalah negara dengan agama resmi Buddha. Sebagian besar buminya dicaplok dari teritorial negeri tetangganya. Bumi eks kerajaan Lanna di bagian utara disikatnya, dan di bagian selatan, dijajahnya tanahair bangsa Melayu Patani. Jadi tidak salah menyebut bangsa Thai atau Siam spesis perampok yang tak layak berteman dengan bangsa bertamadun mana pun di dunia ini.

Belakangan ada rencana untuk membangunkan sebuah teritorial khusus untuk komunitas Buddha yang dinamakan Phutthamonthon di pesisir ibukota Provinsi Pattani. Di situ kelak akan berdiri sebuah patung Buddha dengan ukuran maha dahsyah. Maka pilihannya adalah sebidang tanah yang menghadap Teluk Patani.

Tanah seluas 100 rai (2.5 rai = 1 acre) di mukim Ru Sembilan itu 'tumbuh' dan membesar sampai menjadi sebuah areal yang membuat para petinggi Siam berencana untuk menyihir bumi yang dikangkanginya itu seolah bumi asal leluhur mereka.

Sejak belakangan umat Islam Patani bangkit melakukan protes melalui berbagai cara, diantaranya adalah LSM vokal seperti Damai Patani. NGO ini dengan keras menolak pembangunan Phutthamonton Pattani, sebab tanah itu bumi asal kaum Melayu yang bergelar Patani Darussalam.

Dr Worawit Baru, mantan Senator (elected) provinsi Pattani menyatakan, pemerintah yang punya kuasa bisa melakukan apa saja yang diinginkan. Tapi dalam kasus ini, kalau dilaksanakan juga akan menimbulkan efek tak baik terhadap proses dialog damai yang baru berlangsung. Kalau proyek yang akan menelan biaya besar itu diteruskan, manfaatnya hanya untuk segelintir penganut Buddha di tengah kelompok mayoritas Melayu Muslim. 

Worawit berpendapat, akan lebih bermanfaat kalau tanah 'tumbuh' itu dijadikan areal industri produk halal untuk keperluan ekspor.

Atau seperti kata Imam Ahmad, sebaiknya tempat itu dijadikan taman rekreasi bernuansa ASEAN. Di situ bisa dibangun apa saja yang melambangkan kemajmukan komunitas Asean, tidak untuk penganut agama tertentu saja.

Di tanah Melayu yang dijajah negara gajah putih itu sebelumnya sudah berdiri beberapa patung Buddha berukuran raksasa. Di antaranya di Lamphu, Narathiwat atas tanah seluas 140 rai. Dan yang terbesar adalah Phutthamonthon di Salaya, Nakhon Pathom, barat Bangkok di atas areal 2,500 rai, yang juga dikenali sebagai Buddhist Park.







Penulis Ahmad Latif seketika berada di Masjid Muhammadi Kota Bharu. Pada 22hb Januari jam 6.04 ptg· Kota Bharu.

Kamis, Oktober 29, 2015

Himpuanan Mahsiswa Indonesia Memperingati Tragedi Tak Bai

HMI (Himpuanan Mahsiswa Indonesia) aksi mendukung perdamaian Patani.
"Ini adalah gerbang awal bagi kami dalam memperjuangkan menuntut keadilan rakyat Patani. Dan kami akan terus menerus mengaksi sehingga proses kedamaian Patani bergejolak di permukaan dunia. Kami Mendukung Keadilan dan Kami Mendukung Kemerdekaan rakyat Melayu Patani.."

Bandung, Senin 26 Oktober 2015, Ratusan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) serta mahasiswa Patani bersama mengelar aksi damai memperigati 11 tahun Takbai di gedung merdeka dalam rangka memperigati 11 tahun Tragedi pembantaian massal di Takbai.

Aksi berlangsung pukul 16.30 WIB hingga 17.30 WIB di jalan Asia Afrika depan Gedung Merdeka suana padat dilewati oleh masyarakat kota bandung. Aksi dilalukan dengan kegiatan pokok mimba bebas (orasi), teatrikal dan sosialisasi bagi-bagi selebaran isu dan peristiwa takbai kepada warga kota bandung yang melewati jalan tersebut.

Sambutan di Mimba bebas berorasi hebat ditampilkan oleh juru bicara aksi dan teriakan teriakan-teriakan dengan serentak;
 "Hidup Rakyat, Hidup Patani, Bebas Patani, Merdeka Patani"
"Kami akan terus beraksi mendukung Perjuangan keadilan di Patani, dan akan terus menuntut keadilan agar benar-benar terwujud bagi Masyarakat Patani dan mendorong kebebasan Patani dari Penjajah Thailand yang bertindak terhadap masyarakat Patani seperti bukan manusia, kami menyerukan kepada rakyat Indonesia agar Mendukung Perjuangan Patani, Patani adalah saudara kita.! Tutur Apindo Koordinasi lapangan Aksi Damai Memperigati 11 Takbai

"Kami menuntut kepada pemerintah Indonesia Jokowi-Yusuf kalla agar bebas aktif berperan dalam konflik di Patani dan dituntas dengan adil secara hukum sehingga tindakan prikemanusiaan ditanggani dengan manusiawi dan tidak lagi terjadi tindakan-tindakan yang melangar hak asasi manusia oleh pemerintah Thailand terhadap masyarakat Patani" Tuntas Sigit Ketua HMI Komisariat Hukum UNPAD dalam orasi di mimba bebas.


Anggota HMI (ttidak menyebut nama) mengatakan 'Indonesia cinta Keadilan, Indonesia ingin melihat kedamaian dunia, Indonesia tidak mengukung semua sistem Imprialis (penjajahan) Katanya,' maka Patani adalah sebagian negara yang ada didunia yang dizalim dan dianiaya oleh Pemerintah Thailand sehingga bukan lagi manusia dan seharusnya Indonesia lebih peduli kepada saudara kita disana !.

Orasi oleh mahasiswa Patani menuntut dunia internasional dan organisasi internasional agar menangani konflik Patani - Thailand oleh karena Konflik Patani sebenarnya adalah Konflik antara bangsa bukan konflik internal seperti didakwakan oleh pemerintah Thaialand selama ini.

Tragedi pembantaian di Takbai pada 25 Oktober 2004 merupakan tindak pembantai secara kejam oleh pemerintah terhadap warga yang demo menuntut keadilan. Jumlah korban mengikuti data dari Thailand lebih dari 1.400 dalam demo dan terjadi pembantaian mengibatkan massa demo meninggal 85 orang, 58 orang luka berat lebih dari 400 orang cedera luka-luka. Sementara data dari aktivis HAM Malaysia mengukapkan lebih dari 185 jiwa meninggal, lebih dari 1.298 jiwa luka-luka, Adam Mahasiswa Patani ujurnya.

Di kampus UIN Yogyakarta, Mahasisiwa ada gelar diskusi 'Peringati 11 Tahun Tragedi Tak Bai pada Minggu 25 Oktober.

Dalam diskusi itu, Dr. Munawar Ahmad mengatakan kepada mahasiswa agar tetap menjadikan peristiwa Tak Bai tersebut sebagai sebuah pelajaran. Untuk itu, kata dia para mahasiswa harus menjadi orang hebat, pahlawan atas nama anak bangsa serta dapat memanfaatkan kesempatan belajar dengan sebaik-baiknya. Jika ada perjuangan yang hendak dilakukan, dia memperingatkan bahwa perjuangan memerlukan waktu yang tidak singkat.



Di akhir acara, Persekutuan Mahasiswa Patani (Patani Students) mendeklarasikan sikap politiknya terkait dengan tragedi yang sudah berlalu belasan tahun tersebut. Menurutnya tragedi itu dinilai telah terjadinya kasus pelanggaran HAM berat tetapi tak begitu mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan.

Dalam deklarasi itu Mahasiswa Patani mohon kerjasama pada sektor kewarganegaraan Indonesia dan masyarakat internasional yang mencintai perdamaian dan demokrasi, bersama-sama mendorongkan pemerintah Thailand meratifikasikan terhadap kontitusi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court-ICC) yang telah menandatangani bersepakati bahwa akan mengikuti prosedur dalam manajemen kebijakan dan mencegah pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap rakyat untuk menciptakan sebuah badan “Pengadilan Hak Asasi Manusia di Asia Tenggara” untuk kesatuan dalam mekanisme dalam mencegah pelanggaran HAM. Serta bersama-sama mengamati dan mengawasi pelanggaran HAM dan hak berpolitik akibatnya, terancam stabilitas keamanan dan perdamain dunia.

Sementra di ibu kota Jakarta, pada Minggu (25/10) Mahasiswa Patani di Jakarta juga mengadakan Memperingati 11 Tahun Tragedi TAKBAI di Stadium Gelora Bung Karno.




Sumber dari: wartani.com,
bersatunews.com

Rabu, September 09, 2015

Keadilan Tragedi Berdarah Belukar Perak Dengan Hukum Rimba

kasus pembunuhan terhadap tiga bocah meninggal dunia, pada senin, (07/09) Pengadilan Tinggi membebaskan terdakwa dua bekas perwira militer dengan jaminan mahkamah !!

Tragedi Kampung Belukar Perak adalah salah satu kasus pembunuhan terhadap warga sipil di Thailand Selatan oleh militer pada 2014. Salah satu kasus yang memilukan adalah kasus yang terjadi pada 3 Februari 2014, tiga bocah bersaudara ditempat oleh militer di rumah mereka sendiri. Kejadian tersebut terjadi ketika ketiga anak tersebut pulang dari masjid selepas salat isya bersama kedua orang tua mereka.

Dalam tragedi itu, tiga bocah tersebut meninggal dunia. Ibunya yang ketika itu sedang mengandung empat bulan terluka parah bersama ayahnya. Tiga bocah tersebut adalah Mujahid Makman yang berusia 11 tahun, Bahari Makman berusia 9 tahun dan Elyas Makman yang masih 6 tahun.

Sementara Chikmud ayah kepada anak mangsa disangka bagian dari pejuang BRN (Barisan Revolusi Nasional), sebuah gerakan bersenjata, yang jadi garda terdepan menuntut Patani merdeka.

"Tapi, saya sudah dinyatakan bersih oleh mahkamah (pengadilan, Red). Saya tak terlibat," tegasnya.

Kasus penembakan keluarga Chikmud itu lantas ramai disorot media asing dan menjadi isu besar di Thailand. Bahkan, di YouTube bisa ditemukan video berjudul Belukar Perak Tragedy. Lihat Clip "Find Them All" Voices from Belukar Perak (EngSub) di: https://www.youtube.com/watch?v=iVr6PaTt2HU. 

Bangkok pun lantas angkat bicara. Mayor Jenderal Polis Pattanawut Angkanawin menuding pelakunya adalah BRN. Siapa kira, selang beberapa minggu kemudian, dua personel paramiliter pemerintah Thailand menyerahkan diri.

Pada Senin, (07/09) Pengadilan di Provinsi Narathiwat, penghakiman Pengadilan Tinggi telah membebaskan terdakwa dua bekas perwira militer dalam kasus ini.

Dari kiri baju biru Aqwam Fiazmi Hanifan wartawan Jawa Pos, tengah baju merah jambu Tuwaedaniya aktivis Patani yang juga direktur Lembaga Patani Raya (LEMPAR), dan depan kanan Chikmud ayah kepada anak mangsa.
Walau mereka mengaku sebagai pelaku tembak pada tragedi berdarah Belukar Perak tersebut. "Tak ada investigasi lebih lanjut. Keduanya dibebaskan dengan jaminan mahkamah," kata Tuwaedaniya Tuwaemaengae, salah seorang aktivis di Patani yang juga direktur Lembaga Patani Raya (LEMPAR).

Banyak pembunuhan serampangan yang dilakukan kepada penduduk sipil oleh paramiliter alias laskar sipil yang dipersenjatai tersebut. Mereka bukan polis. Bukan pula tentara.

Di Thailand, mereka disebut Thahan Phran. Mereka merupakan penduduk sipil yang menjadi sukarelawan untuk menjaga keamanan di tiga provinsi yang bergejolak di Thailand Selatan, yakni Pattani, Narathiwat, dan Yala. Konflik serupa meletup di sebagian Provinsi Songkhla.

Komando kendali laskar sipil tersebut berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, bukan angkatan bersenjata.

Perdamaian bagaikan enggan bersemayam di Thailand Selatan. Konflik bersenjata di sana berlangsung sejak 1948. Dari awalnya dipicu perbedaan kultur dan latar belakang sosial agama, konflik berkembang semakin kompleks sejak 2001.

Kelompok gerilyawan menuduh Bangkok menganaktirikan Thailand Selatan sehingga secara umum tertinggal dalam perekonomian.

Dalam sejarahnya, Pattani (Patani dalam bahasa Melayu, Red), Yala, dan Narathiwat dulu merupakan wilayah Kesultanan Patani. Wilayah kesultanan Melayu tersebut juga termasuk Kelantan yang kini masuk Malaysia. Kecuali Kelantan, Kerajaan Siam lantas menduduki kawasan tersebut sejak 1785 setelah menang perang.

Upaya perdamaian bukannya tidak pernah ada. Pada era kepemimpinan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva (6 Agustus 2011-8 Desember 2013), misalnya, Menteri Luar Negeri Kasit Piromya sempat optimistis bisa mengakhiri konflik bersenjata di Thailand Selatan. Tapi, ketegangan ternyata justru membesar dan rezim Abhisit akhirnya angkat tangan.

Seiring berjalannya waktu, konflik semakin berkembang. Salah satu bukti kompleksnya perseteruan di kawasan itu kini adalah dilibatkannya Thahan Phran tadi.

Rakyat sipil yang dipersenjatai itu mendapat gaji 10 ribu-15 ribu bath (Rp 3,9 juta-Rp 5,9 juta) per bulan dari pemerintah.

Ciri khas personel Thahan Phran adalah berpakaian hitam-hitam. "Mereka direkrut sebagai pasukan berani mati,"ungkap Tuwaedaniya saat mengantar Jawa Pos ke Narathiwat.

Bangkok, tampaknya, mendesain mereka untuk diadu dengan gerilyawan BRN. Dalam arti, keamanan domestik Pattani, Yala, Narathiwat, dan sebagian Songkhla diserahkan kepada laskar sipil bersenjata tersebut.

Karena itulah, ketika melewati daerah-daerah merah yang intens terjadi serangan dan kontak tembak, Jawa Pos tak pernah menemukan pos pemeriksaan yang dijaga polis atau tentara. Personel dua instansi resmi itu lebih ditempatkan untuk menjaga objek-objek vital di pusat kota.

Tuwaedaniya menyatakan, tak sedikit di antara anggota paramiliter itu adalah anak-anak muda yang punya jejak kriminal. Dibebaskan dari penjara dengan syarat harus mau diterjunkan ke daerah konflik. Hal itu pernah diungkap pakar militer Amerika Serikat Jim Morris dan dituangkan dalam buku The Devils Secret Name.

Faktor itulah yang memunculkan ego dan kesewenang-wenangan, khususnya kepada penduduk lokal, baik Melayu maupun Buddha.

Hamdam, aktivis sekaligus pengacara di Moslem Attorney Center Foundation (MACF) atau Lembaga Bantuan Hukum di Thailand Selatan, bertutur, sebanyak 80 persen kasus kekerasan sipil yang terjadi di Thailand Selatan melibatkan paramiliter.

Psikologis yang mudah panik berimbas pada mudahnya prajurit muda itu menarik pelatuk.

Dalam beberapa kasus, sipil sering ditembak saat hendak mendekati checkpoint atau pos pemeriksaan. 

Sekitar 65.000 tentara, paramiliter dan polis ditempatkan di kawasan itu. Militer juga mempersenjatai dan memberi pelatihan militer kepada sekitar 80.000 relawan. Penampilan dan tindakan militer menghadapi para gerilyawan dinilai sangat brutal.

Sumber dari: 
- Wartawan Aqwam Fiazmi Hanifan dari Jawapos.com, 
- atjehpost.com,
- wartani.com